Pura Luhur Pucak Taman Sari, Penebel


Pancarkan Air Empat Warna

Pura Luhur Pucak Taman Sari, Linggih Ratu Ngurah Mas Meketel, sering dikunjungi orang-orang supranatural untuk melakukan semadhi memohon kedigjayaan dalam bidangnya. Oleh masyarakat sekitarnya diyakini sebagai kahyangan untuk memohon kemakmuran, hasil panen yang baik dan yang paling unik dikenal untuk melukat dengan empat air panas suci, di antaranya Toya emas, Selaka, Tembaga, Besi.

Reporter : Goesrai & IA. Sadnyari

Pura Luhur Pucak Taman Sari yang memiliki aura magis yang sangat kental tepatnya berada di wilayah Banjar Anyar, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan. Kuatnya aura spiritual yang dipancarkan tak lain karena keberadaan pura yang jauh dari keramaian, berada di tanah tegal yang tinggi rimbun seperti alas, dipagari pohon besar dikelilingi persawahan.

Dari pura ini seluruh daratan selatan tampak nyata apalagi pada waktu malam hari, lampu-lampu berkelap kelip, desiran angin, suara binatang malam membuat suasana pura semakin terasa angker hingga membuat bulu kuduk berdiri. Tidak salah kalau pura ini sering dikunjungi untuk melakukan tapa semadhi, karena di sinilah bagi mereka yang teguh pada pendiriannya untuk melakukan brata akan mencapai ketenangan.

Setelah ditelusuri ternyata Pura Luhur ini diempon oleh keturunan Pasek Kayu Selem. Menurut Pan Indra yang merupakan pemangku pura menuturkan kisah keberadaan Pura Luhur Pucak Taman Sari, dimulai dari leluhurnya yang sejak kecil mengabdi kepada Raja Tabanan, sebagai parekan sayang raja, kemudian setelah dewasa mohon pamit sebagai abdi akan kembali ke kampungnya mencari jodoh.

Karena sudah sekian lama menjadi abdi yang setia, kemudian raja mengumpulkan para selirnya, Ki Pasek dipersilahkan memilih salah satu selir raja. Dengan rasa canggung Ki Pasek memilh salah satu selir, ternyata selir tersebut sedang hamil.

Melihat pilihan Ki Pasek, raja terkejut, tapi harus setia wacana, raja bersabda “Baiklah Ki Pasek, kamu boleh mengambil selirku yang sedang hamil tapi kamu tidak boleh mencampurinya sampai lahir. Ki Pasek bersujud menjunjung tinggi titah raja. “Singkat ceritra, kemudian selir raja tersebut melahirkan seorang putra dan dirawat seperti anaknya sendiri. Sampai akhirnya menginjak dewasa kemudian dihaturkan ke puri bahwa putra beliau sudah dewasa,” ungkap Mangku Pan Indra.

Namun raja belum bisa menerima karena penampilan putra tersebut seperti pemuda desa, agak kusam (maklum anak desa zaman dulu). Akhirnya Putra Raja tersebut nangun yasa melakukan tapa semadhi di sebuah hutan yang tak lain sekarang menjadi Pura Pucak Taman Sari. Keajaiban terjadi dalam semadhinya, tak berapa lama dari celah batu yang ada di tempat tersebut keluar air panas yang terdiri dari empat warna yaitu Kuning, Kehitaman, Putih, bersawang Hijau. Sesuai pewuwus yang diterima putra raja lalu beliau mandi dengan keempat macam air panas yang keluar dari celah batu tadi, barulah nampak kewibawaan beliau sebagai Putra Raja.

Setelah itu putra tersebut kembali ke puri menghadap raja diantar oleh Ki Pasek. Melihat kedatangan putranya, raja sangat terkejut karena aura kewibawaan begitu besar terpancar dari putranya. Sejak saat itu putra tersebut tinggal di Puri dan Ki Pasek disuruh kembali dengan amanat agar tempat semadhi putra beliau dibangun kahyangan.

Sejak itulah leluhurnya Pemangku Pan Indra secara turun temurun mengabdi menjadi pemangku Pura Luhur Pucak Taman Sari. Beji pura ini berstana Ratu Nyoman Sakti, dan merupakan satu-satunya beji yang terdiri dari air panas dan air tawar, terdiri dari tiga jenis, pertama. keluar dari sumbernya berwarna putih dan panas, kedua juga air panas namun didasarnya berwarna kuning, dan di sebelah selatannya merupakan sumber air tawar. Sebelum melakukan persembahyangan di Pura Luhur Pucak Taman Sari, para pamedek wajib melakukan penyucian pada ketiga sumber air tersebut. Tujuannya adalah memohon pengelukatan sebelum memasuki mandala pura. Barulah dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan di pelinggih Ratu Made Sakti, kemudian pada pesimpangan Pura Luhur Pucak Adeng, setelah itu barulah ke Pelinggih Agung.

Pada areal pura, semua bangunan pelinggih merupakan bebaturan, atau batu berundag. Keunikan yang terdapat pada pelinggih Agung adalah pondasinya atau bagian terbawah merupakan batu besar seperti dicetak, tak ubahnya seperti pada pemasangan batu padas, namun menjadi satu, diikat oleh akar kayu melingkari dasar pelinggih. Di sebelah baratnya terdapat batu berbentuk gunung linggih sumber air Catur Warna, tempat keluarnya air pengelukatan Putra Raja yang hingga kini diyakini sebagai toya pengelukatan yang ampuh.

“Air dari sumber air catur warna tersebut digunakan sebagai panglukatan, membersihkan segala mala,” ungkap pemangku pura. Akar kayu sepertinya menjadi lantai jeroan karena akar kayu tersebut menjalar memenuhi halaman jeroan, hanya beberapa di sela oleh tanah, dan jika lantai tanah itu diinjak dengan sedikit dihentak akan mengeluarkan bunyi yang bergema.

Di jaba Pura berjajar dua pohon besar yang menurut keterangan pemangku merupakan Gapura Niskala (Pintu masuk Ida Betara di Niskalanya), dan juga diyakini oleh penduduk sekitarnya merupakan pohon angker. Terbukti baru-baru ini petugas Proyek Pelebaran dan pemadatan jalan baru, akan menebang pohon tersebut lari ketakutan karena melihat dua sosok orang tinggi besar dan hitam bediri di hadapan petugas proyek.

Akhirnya pelebaran jalan dialihkan ke selatan. Yang lebih unik pada beji tersebut, sebelah utara sumber mata air panas dan di sebelah selatan sumber mata air tawar, digabungkan dalam satu selokan namun perbedaan masih sangat dirasakan atara air panas dan air dingin. Atas prakarsa pengempon gabungan air panas dan dingin tersebut dialirkan dibuatkan pancuran untuk permandian umum. Permandian ini dibangun agak di selatan, dan diyakini dapat menyembuhkan beberapa penyakit, khususnya rematik dan gatal.

Umat yang berkeinginan untuk menghaturkan bhakti ke Pura Pucak Taman Sari sarana upakara antara lain, peras pejati, peras sorohan, tipat soda, arak, rokok kalau memungkinkan rokok yang terbungkus kulit jagung. Beji Ratu Nyoman Sakti Pura Luhur Pucak Taman Sari merupakan Beji Pura Pucak Sari Banjar Bugbugan Senganan.

Suara Genta dari Alam Gaib

Berbagai kejadian unik pernah terjadi di pura ini. Sekitar tahun 1960-an saat terjadinya pergolakan partai, waktu Sesuhunan Pura Luhur Pucak Sari Bugbugan lunga ke Beji, setelah selesai upacara di Ratu Nyoman Alit, umat bermaksud sesuhunan tidak dimampirkan ke Pura Luhur Pucak Taman Sari. Para pengiring pembawa Bandrang, Payung Pagut, Rontek, pemangku, pengiring sudah berada di jalan besar (jaraknya kurang lebih 500 m), setelah berbaris di jalan besar, baru disadari ternyata ampilan sesuhunan tidak ada.

Kembalilah para pengiring ke Beji, ternyata Ampilan yang disungsung oleh pemangku Pura Pucak Sari masih berada di Luhur Pucak Taman Sari, barulah kemudian pemangku Pura Pucak Sari ngaturang Guru Piduka. Setelah semua pengiring ngaturang bhakti barulah Sesuhunan berangkat diiringi oleh Rontek, payung pagut, tedung diiringi suara genta pemangku. Sejak saat itu setiap Ida sesuhunan Pucak Sari lunga ke beji, pasti simpang di Pura Luhur Pucak Taman Sari, dan anehnya lagi walaupun di jeroan tidak begitu luas, dapat menampung semua pengiring yang jumlahnya ratusan orang.

Sesuhunan driki nak suweca. Apapun yang dimohonkan akan terpenuhi asalkan dengan tulus,” ungkap pemangku. Pernah tahun 1984 ada penangkilan yang bernama Nengah Jantik dari Br. Abiantuwung, Kediri, datang ngaturang bhakti dan mohon sesuatu. Permohonannya terpenuhi, kemudian dari Batu sumber mata air catur warna itu muncrat air setinggi 2 meter. Menyaksikan keajaiban itu lalu Nengah Jantik terkejut hingga pingsan. Air itulah kemudian dipakai untuk mengobatinya beserta seluruh keluarga yang rauh nangkil saat itu ikut melukat. Hingga saat ini keluarga Nyoman Jantik tetap nangkil setiap piodalan Ida Betara.

“Kalau tapa semadhi kita khusuk, akan mendengar suara genta yang diikuti oleh gender, yang sangat merdu tak ubahnya suara gender di sekala,” tambahnya. Sebelum perbaikan tahun 1984, di atas batu sumber air catur warna tersebut tumbuh pohon Boni, yang berbuah sepanjang masa, tanpa musim. Dulu buah boni itulah dimohonkan kepada sesuhunan untuk sarana obat berbagai penyakit. Begitu juga tirta pura merupakan berkah yang tak ternilai.

Pasalnya setiap ada permasalahan khususnya pada masyarakat Bugbugan biasanya dapat diselesaikan setelah Nunas Tirtha di Luhur Pucak Taman Sari. Sebagai pengayah tetap atau pemangku adalah Mangku Pan Karim dan Pan Indra. Pan Indra merupakan seorang polisi yang masih aktif, namun sudah ngiring matetamban sejak muda sebelum berkeluarga. Sebelum kembali ke kampungnya, ia kurang perhatian terhadap tugas sebagai pemangku, yang mengakibatkan selalu mendapat halangan dalam menjalani kehidupannya, entah masalah keluarga, masalah keuangan dan lainnya.

Tahun 2005 Mangku Pan Indra menyadari tugasnya menjadi pemangku, balik kembali kampung, dan tugasnya sebagai Polisi pindah ke Resot Penebel. Setelah kembali kampung melakukan swadharma pemangku dan metetamban barulah keluarganya selamat. Ternyata tugas niskala tidak dapat ditolak apapun alasannya